Select Page

Jakarta, Beritasatu.com – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) cukup efektif menggunakan beragam medium sosialisasi selain media sosial (medsos). Sebagai partai politik (parpol) baru dengan segmen sasaran generasi milenial, PSI paling banyak menggunakan medsos untuk sarana sosialisasi (34,0 persen), disusul Partai Gerindra (32,1 persen).

Demikian diungkap Direktur Eksekutif Center for Political Communication Studies (CPCS), Tri Okta S.K. dalam ketetangan yang diterima Beritasatu.com, Rabu (6/3/2019). “Pemilih PSI menilai medium sosialiasi menentukan pilihan sebesar 24 persen dan tatap muka 16 persen,” kata Tri Okta.

Sosialisasi itu, kata Tri Okta , cukup mendongkrak elektabilitas PSI. “Naiknya elektabilitas PSI didukung oleh sosialisasi yang cukup efektif dilakukan selama musim kampanye. Elektabilitas parpol lain cenderung stabil, hanya PSI yang mengalami kenaikan signifikan, mencapai 4,2 persen,” kata Tri Okta lagi.

Meski tidak memiliki media massa dan bukan parpol utama pengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden, PSI disebut kerap tampil dengan isu-isu kontroversial. Yang tidak kalah menarik, lanjut Tri Okta, kerja-kerja sosialisasi oleh relawan dan pertemuan tatap muka.

Metode kampanye yang dilakukan dengan canvassing door-to-door dinilai efektif memengaruhi pemilih. Demikian pula dengan turun langsungnya para calon anggota legislatif PSI menyapa pemilih di basis daerah pemilihan (dapil).

Sosok figur atau tokoh partai, lanjut Okta, masih menjadi acuan tertinggi (28,6 persen), disusul rekam jejak partai (22,3 persen), program atau gagasan yang ditawarkan (13,1 persen), kedekatan personal dengan kader atau pengurus (10,6 persen), dan faktor lainnya (25,5 persen).

“Kemunculan Grace Natalie sebagai ketua umum PSI, dengan pidato dan isu-isu yang memancing perdebatan publik, tidak kalah dengan tokoh-tokoh parpol besar,” imbub Tri Okta.

PSI juga bersih, khususnya dalam hal tidak adanya caleg yang terindikasi korupsi. Selain itu, PSI dikenal dengan gagasan toleransi serta mengusung isu perempuan dan anak muda.

Pada bagian lain, KPU menetapkan jadwal resmi kampanye terbuka melalui iklan dan pertemuan terbuka mulai pertengahan Maret. Tri Okta menyarankan agar parpol-parpol efektif menggunakan kesempatan tersebut jelang Pileg sebulan lagi.

Penyelenggara Pemilu pun diharapkan dapat memberikan ruang yang sama bagi semua parpol dalam hal iklan di media massa. Penggunaan media massa tradisional lebih banyak dilakukan oleh parpol yang dipimpin oleh pengusaha media, seperti Nasdem (38,9 persen) dan Perindo (37,0 persen).

“Parpol besar lain turut efektif menggunakan media massa berkat pemberitaan yang cukup masif, khususnya terkait dengan Pilpres. Misalnya Gerindra (29,5 persen), PDIP (24,3 persen), dan Demokrat (22,0 persen),” kata Tri Okta.

Pemasangan alat peraga kampanye (APK) tidak terhindarkan menjadi cara paling efektif dilakukan oleh parpol lama. “Demokrat tercatat paling banyak menggunakan APK sebagai medium sosialisasi (32,2 persen),” ucap Tri Okta lebih lanjut.

Hal serupa dilakukan oleh hampir semua parpol besar dan menengah. Pemasangan APK juga rata-rata dikombinasikan dengan sosialisasi oleh kader parpol atau relawan dan pertemuan tatap muka yang melibatkan para caleg.

Survei CPCS dilakukan pada 1-10 Februari 2019, dengan jumlah responden 1200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Metode survei dilakukan secara acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Sumber: Suara Pembaruan