Select Page

Dalam tiga bulan terakhir elektabilitas partai-partai politik cenderung mengalami penurunan. Temuan survei Center for Political Communication Studies (CPCS) menunjukkan PDIP turundari 19,5 persen menjadi 18,8 persen, tetapi tetap unggul pada posisi pertama.

Gerindra juga bertahan pada peringkat kedua, melemah dari 13,2 persen menjadi 11,6 persen. Partai-partai lain yang juga turun adalah Golkar (8,8 persen ke 7,3 persen), PKB (7,1 persen ke6,3 persen), dan PKS (6,0 persen ke 5,0 persen).

Sebaliknya, Demokrat mengalami lonjakan elektabilitas dari 5,6 persen menjadi 7,5 persen. Demokrat menempatkan diri pada tiga besar, menggeser posisi Golkar. Sementara itu PartaiSolidaritas Indonesia (PSI) juga naik dari 5,6 persen menjadi 5,8 persen.

Di tengah turunnya elektabilitas banyak partai-partai politik, Demokrat dan PSI justrumengalami kenaikan,ungkap Direktur Eksekutif CPCS Tri Okta S.K. dalam press release di Jakarta pada Kamis (15/12).

Menurut Okta, belum ada perubahan signifikan dalam setahun terakhir, di mana PDIP dan Gerindra masih berada pada posisi unggul. Begitu pula dengan partai-partai lain, seperti Golkar, PKB, dan PKS.

Sedikit anomali adalah Demokrat, di mana pada Oktober 2021 sempat bertengger pada posisiketiga dan menembus 10 persen. Kini Demokrat mengulangi hal serupa, meskipun masih beradadi bawah raihan setahun yang lalu.

Fluktuasi Demokrat merepresentasikan persepsi publik terhadap kekuatan oposisi, di mana Demokrat relatif memimpin barisan partai-partai di luar pemerintahan,” Okta menjelaskan. Selain Demokrat, hanya PKS yang masih bertahan tidak bergabung ke dalam pemerintahan.

Gejolak inflasi dan naiknya harga BBM bersubsidi tampaknya berkorelasi dengan turunnyaelektabilitas partai-partai di koalisi pemerintahan. “Demokrat sebagai oposisi menjadi saluranaspirasi publik sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan pemerintah,” lanjut Okta.

Dinamika juga terjadi di antara partai-partai oposisi, di mana PKS sempat naik pada Agustus2022 tetapi kini kembali turun. “Ada faktor lain, di mana Demokrat dan PKS tengah berebutposisi memimpin dalam Koalisi Perubahan untuk pencapresan Anies Baswedan,” terang Okta.

Koalisi yang rencananya dideklarasikan pada 10 November lalu batal, karena kebuntuan antaratiga partai politik yang berencana mengusung Anies sebagai calon presiden. Demokrat dan PKS mengusulkan tokohnya masing-masing sebagai calon wakil presiden pendamping Anies.

Demokrat menginginkan figur ketua umumnya Agus Harimurti Yudhoyono berpasangan denganAnies, di mana AHY relatif moncer dalam berbagai survei. PKS menyorongkan mantangubernur Jawa Barat dua periode Ahmad Heryawan sebagai cawapres Anies.

Di antara ketiga partai pengusung Anies, Demokrat menjadi satu-satunya yang mengalamikenaikan elektabilitas. Nasdem yang sebelumnya anjlok di bawah parliamentary threshold 4 persen belum beranjak, masih bertahan pada elektabilitas 1,9 persen.

Ketiga partai tentu menginginkan bisa meraih coattail effect dari pengusungan Anies sebagaicapres maupun figur cawapres yang mendampinginya,” tandas Okta. Koalisi Perubahan paling agresif dalam menggulirkan capres-cawapres dibanding koalisi dan partai-partai lain.

Gerindra yang mengusung Prabowo secara resmi belum mengumumkan capres-cawapres yang bakal diusung bersama PKB. Demikian pula dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dipimpin Golkar, atau PDIP sekalipun, masih terlihat sabar, tidak bersikap terburu-buru.

Hanya PSI yang telah mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai capres,” jelas Okta. Sejauh inibelum ada partai ataupun koalisi lain yang secara resmi mengusung Ganjar, meskipun dukunganterhadap Ganjar terus menguat di sejumlah partai.

Golkar yang memiliki elektabilitas paling tinggi dibanding partai-partai lain di KIB masihberupaya mengusung ketua umumnya, Airlangga Hartarto. Partai-partai anggota KIB lainnyamasih berada di bawah PT 4 persen, yaitu PAN (2,8 persen) dan PPP (2,0 persen).

Langkah PSI paling awal mendukung Ganjar bisa menjadi terobosan bagi partai-partai lain seperti Golkar (KIB) dan PDIP untuk mempertimbangkan figur gubernur Jawa Tengah tersebutsebagai capres,” tegas Okta.

Pada 14 Desember 2022, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan sebanyak 17 partailolos menjadi peserta pemilu, termasuk sejumlah partai baru dan non-parlemen, di antaranyaPerindo (1,7 persen) dan Gelora (1,1 persen).

Partai Ummat yang dinyatakan tidak memenuhi syarat masih mendulang dukungan sebesar 0,8 persen. Lalu ada Hanura (0,6 persen), PBB (0,3 persen), pilihan lainnya 1,5 persen, dan sisanyatidak tahu/tidak jawab 25,3 persen.

Survei CPCS dilakukan pada 18 Desember 2022, dengan jumlah responden 1200 orang mewakili 34 provinsi yang diwawancarai secara tatap muka. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen. (*)